Minggu, 04 Oktober 2009

SAHRUL, MENGAIS KEADILAN DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

"Semoga Putusan Majelis Mencerminkan Perbaikan Nasib Kaum Buruh,” Penasehat Hukum LABH Riau.

Siang itu begitu terang, membakar tepat di jantung kota Pekanbaru. Panas terisap jalanan beraspal. Menguapkannya kembali menjadi hawa pengap. Panas membentuk perisai menyelimuti kota yang padat kesibukan. Teriknya seolah menghujam ubun-ubun setiap makhluk yang berada di sana.

Siang itu Sahrul tertatih mengarahkan motor bututnya ke jalan Takari. Ia tekadkan niatnya hendak menyambangi kantor bersama LABH Riau, KAR (Kelompok Advokasi Riau) dan FNBI (Front Nasional Buruh Indonesia). Istri dan seorang anaknya, ikut di boncengan belakang motornya. Terik dan panas yang membekap jalanan tak ia hirau. Terang kota, berbanding terbalik dengan gelisah jiwa dan pikirannya. Gelap yang ia rasakan.

Di Kantor Bersama itu, Sahrul ditemui E. Noki SH, Mayandri SH, Herman Pribadi SH, dan Sugiharto, SH dari LABH Riau. Dari pengurus KAR dan FNBI saat itu ada Bambang Iswandi dan Fitra. Sahrul mengadukan nasibnya yang merasa “ditindas” oleh PT. Indah Kiat Pulp and Paper (PT. IKPP). Ia tengah diproses perusahaan pulp raksasa itu untuk di PHK tanpa pesangon. Padahal, dirinya sudah bekerja dan mengabdi di perusahaan lebih dari 19 tahun!!

Mengapa Sahrul sampai diusulkan untuk di PHK? Semua itu berawal di suatu sore pada tanggal 7 Juli 2008 saat atasannya, Awal Fajri, meminta diantar ke gedung Seksi Power Genering #2 tempat kompresor penggerak mesin pabrik berada. Awalnya, Sahrul hendak pulang saat itu, ketika tiba-tiab Awal Fajri numpang membonceng motornya. Ternyata, atasannya itu minta di antar ke gedung seksi PG #2. Dan, ternyata, niat atasannya itu begitu konyol karena kemudian Awal mematikan kompresor yang merupakan bagian vital perangkat penggerak mesin pabrik!
Tindakan nekad Awal Fajri itu dilakukan sebagai bentuk protes menyusul aksi spontan beberapa karyawan PT. IKPP menuntut kenaikan upah pada pagi hari itu.

Kekonyolan itu berdampak tragis tidak saja bagi Awal Fajri tapi berimbas pada Sahrul. Awal kemudian menjadi Terdakwa atas laporan tindak pidana Pasal 335 KUHP yaitu “Memaksa orang lain supaya melakukan sesuatu perbuatan yang tidak menyenangkan”. Awal beroleh “hadiah” putusan penjara 3 bulan oleh Hakim Pengadilan Negeri Siak yang menyidangkan perkaranya.
Sementara Sahrul, selain diberi skorsing pemberhentian sementara, dirinya juga diusulkan untuk diberhentikan tanpa pesangon karena dianggap melanggar ketentuan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Bab IX Pasal 46 ayat (5).

Perundingan Bipatriet antara Sahrul dan pihak IKPP menemui jalan buntu. Perusahaan kemudian mengajukan permohonan Mediasi ke Kantor Disnaker Kab. Siak melalui suratnya tanggal 16 Januari 1969. Namun permohonan itu dimentahkan oleh Kadissosnaker Siak Drs H. Nurmansyah MSi dengan suratnya nomor 560/Dinsosnaker/III/2009/90 tanggal 2 Maret 2009 yang menolak kasus PHK itu diproses di tingkat Tripatit. Dalam surat itu disebutkan bahwa materi yang tercantum dalam PKB Bab IX Pasal 46 ayat (5) yang menjadi alasan perusahaan akan mem-PHK Sahrul, sama dengan materi Pasal 158 Undang Undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan yang tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat setelah diuji materiil oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor 12/PUU-I/2003 tanggal 28 Oktober 2004.

Sidang PHI.
Setelah diterima oleh pengurus Kantor Bersama LABH Riau, KAR dan FNBI, Sahrul lebih percaya diri menghadapi Perusahaan di Persidangan Hubungan Industrial. Sidang kemarin, Kamis 10/9/2009, di PHI jl Pepaya mengagendakan pemeriksaan bukti-bukti yang diajukan kedua belah pihak.

Sahrul didampingi E Noki SH, Sugiharto, SH dan Mayandri Suzarman SH terlihat sedikit bersemangat. Ruang sidang siang itu terlihat cukup ramai karena ada beberapa kasus yang tengah disidangkan majelis.

“Kita optimis sidang ini akan mampu memberikan rasa keadilan bagi Sahrul,” ungkap Noki SH ketika ditemui SINAR usai sidang. “Bukti-bukti yang kita ajukan sangat mendukung ketidak terlibatan Sahrul dalam perbuatan yang dilakukan atasannya ketika mematikan kompresor beberapa waktu lalu. Surat pernyataan Alam Fajri yang dibuat sangat terang menyatakan Sahrul tidak terlibat. Itu dokumen pengakuan yang mestinya akan menjadi petunjuk kuat bagi majelis untuk member putusan yang adil buat Sahrul. Petunjuk itu membuktikan Sahrul tidak terlibat.”

Lebih jauh, Noki menerangkan bahwa perbuatan Alam Fajri mematikan kompresor memang jelas salah. Dan itu telah dibuktikan oleh Pengadilan Siak dengan telah menjatuhkan hukuman pidana 3 bulan terhadap Alam. Namun, perusahaan yang berusaha menyeret Sahrul terlibat dalam persekongkolan itu tidak terbukti karena sejauh ini, Sahrul hanya dijadikan sebagai Saksi dalam perkara Alam Fajri tersebut.

“Tidak terbukti bersalah dalam pidana umum yang jadi pokok perkara, kog harus menanggung akibat dengan tuduhan melakukan pelanggaran berat? Kami sangat menyesalkan upaya PT. IKPP untuk mem-PHK Sahrul. Apakah begitu besar dosanya, sehingga pengabdian dan jasa-jasanya selama 20 tahun dilupakan perusahaan itu? Inilah efek buruk dari perilaku liberalisasi kapitalisme. Buruh selalu menjadi korban dan jadi bulan-bulanan. Bayangkan, jasa puluhan tahun, seolah terhapus oleh perbuatan yang tidak ia lalukan dengan sengaja dan tidak ada niat jahat itu. Sahrul adalah korban kekuasaan modal yang semena-mena,” tutup Noki dengan geram.

Di tempat lain, Sugiharto SH, Direktur LABH Riau berharap majelis Hakim PHI yang menyidangkan kasus Sahrul dapat benar-benar mempertimbang rasa keadilan bagi kaum buruh. “Kasus ini kan kasus buruh. Semoga, mereka – majelis hakim, red – selain mempergunakan pertimbangan formal dan bukti persidangan, saya harap juga mengambil putusan dengan pertimbangan nurani. Sahrul saat ini sudah tidak bekerja lagi. Sementara anak istrinya memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk pendidikan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Ini sangat mengusik nurani. Semoga Sahrul akan mendapatkan keadilan yang sepadan dan putusan nantinya benar-benar mencerminkan keberpihakan kepada perbaikan nasib kaum buruh di Riau khususnya. Semoga.” Tutup Sugi sambil meninggalkan ruang sidang.

Terik matahari siang itu, seakan hendak membakar dan menghanguskan kota. Beserta seluruh makhluk di atasnya. ***